PERAN DAN FUNGSI MEDIA KOMUNITAS
oleh: Safriadi
Secara umum, peran dan fungsi media komunitas merujuk pada tugas atau kewajiban yang harus dijalankan oleh lembaga media komunikasi dan informasi di tengah-tengah komunitasnya. Selain itu, fungsi media komunitas juga merujuk pada manfaat yang dirasakan atau diperoleh semua pihak yang terlibat. Namun, manfaat yang sebesar-besarnya harus dirasakan warga komunitas setempat.
Berdasarkan pengalaman dinegara berkembang, komunikasi pembangunan untuk menjangkau masyarakat secara luas, banyak menggunakan media radio dan televisi. Radio merupakan media yang cukup strategic digunakan untuk memotivasi, memberi informasi, pendidikan, dan mengubah perilaku, terutama di negaranegara yang penduduknya memiliki penghasilan kecil. Oleh karena itu, radio dianggap teknologi komunikasi yang murah dan sederhana yang sehingga bisa menjangkau penduduk di pedesaan.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di Amerika Latin, Afrika dan Tanzania, Jamison dan McAnany (1978: 77) mengemukakan bahwa radio berhasil digunakan untuk memperkuat nilai dan perubahan pola-pola perilaku. Pada umumnya, isi informasi ditujukan untuk mengubah afeksi dan motivasi audiensnya. Komunikasi pembangunan memiliki tujuan umum, yaitu secara politic untuk memotivasi tercapainya kesatuan nasional, membangkitkan perhatian publik terhadap “musuh bersama”, atau untuk memotivasi kelompok dalam aktivitas membangun diri sendiri. Sebagai contoh, di Amerika Latin, radio sekolah yang dimiliki gereja, ternyata dapat meningkatkan kualitas hidup bagi audiens yang miskin, yang berada di pedesaan. Program radio menjadi stimulus untuk peningkatan kemampuan membaca dan belajar para audiensnya.
Penelitian lain di Kenya (UNICEF tahun 1975) menggunakan drama humor selama 15 menit untuk menarik pendengar di pedesaan dalam memikirkan masalah kesehatan keluarga mereka. Selain itu, drama, opera sabun atau dongeng merupakan bentuk acara yang dinyatakan berhasil dalam memotivasi penduduk untuk berpartisipasi pada program pembangunan kesehatan, pemberantasan buta huruf, pertanian, dan lain-lain. Kadang-kadang program diciptakan bersama dengan anggota komunitas mereka sendiri. Program yang dirancang bersama, diduga.lebih mendorong komunitas untuk mendengarkan dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas.
Pandangan bahwa ada kaftan antara fungsi, peran pers dan pendekatan pengaruh kekuasaan di Indonesia, ternyata berfluktuasi sesuai dengan sistem pemerintahan yang mengalami pergeseran kekuasaan dari waktu ke waktu. Ishadi (2002) menggambarkannya sebagai berikut:
Model Keterkaitan
Sistem Pemerintahan dengan Perubahan Fungsi Pers
Agent of Development (1970-1980) |
Government Partner (1980-1998) |
Social Control (1998) |
|
||
|
|
|
Sumber: Ishadi (2002)
Perkembangan peran pers dan media massa di Indonesia mengalami perubahan, sejalan dengan sistem pemerintahan yang berlaku. Walaupun secara dejure diakui sebagai negara demokrasi Pancasila, namun pada praktiknya pers sangat mengikuti selera pemerintah yang berkuasa. Peran pers dalam kurun waktu io tahun adalah sebagai agen pembangunan; 20 tahun berikutnya sebagai partner pemerintah; dan barn pada era reformasi (1998) sebagai kontrol sosial. Hal ini disebabkan posisi dan kedudukan rakyat tidak memiliki bargaining position yang tinggi kepada penguasa. Dengan kata lain, media massa bersama dengan masyarakat terlalu lemah dihadapkan dengan kekuatan pemerintah. Untuk itu, peranan media massa sangat penting sebagai pemberdaya dan pendorong kemandirian masyarakat. Jika masyarakat memiliki kemampuan dan kekuatan, mereka tidak akan menjadi objek kepentingan para penguasa.
Penelitian tentang media komunitas di Indonesia, diantaranya oleh Pusat Kajian Komunikasi FIS1P U1, telah mengkaji tentang kegunaan media komunitas bagi komunitas yang dilayaninya.
Kajian ini telah dipresentasikan di Bappenas tahun 2004. Adapun hasil kajiannya, adalah:
- Merepresentasikan dan mendukung budaya dan identitas lokal
- Menciptakan pertukaran opini secara bebas di media
- Menyediakan program yang variatif
- Merangsang demokrasi dan dialog
- Mendukung pembangunan dan perubahan sosial
- Mempromosikan masyarakat madam
- Mendorong hadirnya pemerintahan yang baik (good governance)
- Merangsang partisipasi melalui penyebaran informasi dan inovasi
- Menyediakan kesempatan bersuara bagi yang tidak memiliki kesempatan
- Berfungsi menghubungkan komunikasi di komunitas (community telephone service)
- Memberi kontribusi pada variasi kepemilikan penyiaran
- Menyediakan SDM bagi industri penyiaran (Gazali, 2004).
Dari hasil kajian tersebut, kegunaan dan fungsi media komunitas tidak sama dengan fungsi media massa konvensional yang selama ini dikenal, yaitu untuk informasi, edukasi, pengarah, kontrol sosial, dan hiburan. Media komunitas memiliki kegunaan yang khas sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya. Selanjutnya, dilihat dari sudut pandang kepentingan nasional, media komunitas tidak merugikan media swasta yang ada saat ini. Manfaat penyiaran komunitas bagi sistem penyiaran nasional bersifat positif sesuai dengan bahasan Ishadi (2004) yang menyebutkan bahwa kehadiran media komunitas secara fisik adalah: (1) dapat mengisi blank spot penyiaran; (2) bisa menjadi pendukung dari penyiaran nasional; (3) dapat menjadi sumber dari acara-acara yang diangkat pada tataran lokal maupun nasional.
Sementara itu, lembaga penyiaran yang ada saat ini lebih terkonsentrasi di perkotaan dengan daya pancar di wilayah-wilayah tertentu saja. Padahal, dengan keluasan dan keragaman kondisi geografis wilayah Indonesia banyak daerah yang tidak bisa menerima siaran dari manapun (blank spot). Untuk itu, jika mengacu pada perundang-undangan, seluruh warga negara Indonesia sebagai penduduk di wilayah blank spot memiliki hak informasi yang sama. Hal ini memperkuat peran dan fungsi penyiaran lokal dan komunitas sebagai alternatif pengisi kekosongan.
Sejalan dengan kegunaannya, fungsi penyiaran komunitas dalam konteks kepentingan warganya dikemukakan lebih lanjut oleh Ishadi (2004), yaitu:
- Komunikasi internal di lingkungan komunitas.
- Komunikasi setempat dengan dunia di luar komunitas.
- Komunikasi warga dengan warga di luar komunitas.
- Sebagai sarana penggerak inovasi sosial budaya dan bisnis.
- Sebagai sarana sosial kontrol.
- Sebagai sarana pendidikan umum dan agama.
Sedangkan, ditinjau dari sudut pandang kepentingan penyiaran secara nasional, media komunitas memiliki beberapa manfaat, yaitu:
- Bisa menjadi sumber talenta pengisi acara hiburan maupun wacana politik penyiaran nasional.
- Dapat menjadi nara sumber untuk berita di lingkungan komunitasnya.
- Bisa membangun sektor periklanan komunitas yang pada gilirannya sesuai dengan keperluan akan menjadi sumber iklan nasional.
- Bisa menjadi sumber-sumber tenaga terampil pada level lokal maupun nasional (Ishadi, 2004).
Selama ini telah disadari bahwa potensi daerah, termasuk SDM-nya, belum diberdayakan secara optimal untuk kepentingan nasional. Dibandingkan dengan penduduk pusat, peluang penduduk daerah untuk ikut berkiprah dalam bidang penyiaran, terbatas. Berdasarkan pengamatan dan pengalamannya dalam penyiaran (sekira 50 tahun), Zainal A. Suryokusumo menyatakan bahwa peranan radio komunitas secara empirikal di lingkungan masyarakaj Indonesia, adalah Sebagai berikut:
- Menafsirkan masa lalu dan memberi makna pada masa sekarang.
- Melukiskan suatu masa depan yang ideal.
- Menguak konflik antara nilai-nilai tradisional (orang selall dinilai atas kualitas warisan nenek moyang, seperti jenis clai ras) dan nilai-nilai modern (yang menilai orang berdasarka-i prestasi kerja).
- Menjelaskan alasan-alasan konflik antara nilai-nilai yang idea dan aktual, seraya menawarkan cara mengatasi konflik, gun mewujudkan perubahan.
- Menyediakan forum publik, guna mengekspresikan berbagi opini, keyakinan dan gagasan.
- Menyediakan informasi secara berkelanjutan guna membantu warga, agar mampu berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik, sekaligus juga memenuhi kelanjutan hidup sehari-hari, dan memungkinkan institusi-institusi komunitas berjalan mulus.
- Mengevaluasi dan mengkritisi mereka yang berada pada kekuasaan dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan (fungsi anjing penjaga).
- Menyediakan pelayanan-pelayanan berkaitan dengan hiburan dan pertukaran budaya (Suryokusumo, 2003:8).
Berdasarkan pandangan tersebut, radio komunitas berperan sebagai pendukung perubahan sosial di tingkat komunitas, walaupun belum didukung hasil penelitian tentang dimensi waktu dan ukuran dari proses perubahan tersebut. Perubahan yang paling mendasar terjadi di tengah-tengah suasana kebebasan untuk memperoleh dan menyatakan informasi Berta pengakuan negara atas suara rakyat. Sejak era reformasi di Indonesia, muncul keinginan, kebutuhan dan keberanian masyarakat untuk mengekspresikan eksistensi dirinya melalui radio komunitas.
Beberapa hasil penelitian tentang peran dan fungsi media komunitas di Jawa Barat, menyatakan bahwa meskipun penduduk pedesaan di Kabupaten Bandung dan Subang memiliki dan menggunakan surat kabar, radio, televisi dengan berbagai keragaman acaranya, sebagian besar penduduk menyukai media komunitas, dengan alasan umum ingin mengetahui perkembangan pembangunan dan kebudayaan daerah sendiri, yakni Jawa Barat (Sunda). Disamping itu, masyarakat menjadi lebih sadar akan arti dan manfaat pendidikan bagi anak-anaknya, meningkatnya perbendaharaan bahasa Indonesia, meningkatkan intensitas hubungan kekeluargaan, memperjelas informasi mengenai hidup sehat dan terencana (Sucipto dkk.1998: 76-8o).
Hasil penelitian pendahuluan penulis mengenai fungsi media komunitas, khususnya untuk komunitas Islam (Radio Manajemen Qalbu dan Majalah Percikan Iman di Kota Bandung) menunjukkan, selain sebagai media informasi dan hiburan, kedua media komunitas tersebut juga dapat membentuk nilai-nilai dan pemahaman tentang moralitas agama Islam. Kekuatan dan kelebihan media komunitas untuk memengaruhi pendengarnya itu disebabkan beberapa faktor, yaitu:
- Penyajian informasi lebih bersifat interaktif (radio) dengan keterlibatan khalayak sasaran dengan pengelola dalam aktivitas on air dan off air cukup tinggi.
- Adanya faktor kedekatan (proximity) balk secara fisik, di mana studio radio berada dalam lingkungan tempat tinggal mereka maupun secara psikis yang menyiarkan informasi yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.
- Memenuhi rasa keingintahuan anggota komunitas tentang peristiwa yang terjadi di lingkungan terdekatnya sehingga mereka tidak merasa ketinggalan informasi apabila berkomunikasi dengan anggota lainnya (Rachmiatie, 2002: 68-69).
Proses Informasi Dan Komunikasi Dalam Komunitas
Komunikasi adalah aspek yang sangat penting dari sistem perilaku. komunitas. Lembaga-lembaga sosial membutuhkan komunikasi, tetapi aktivitas komunikasi yang utama dalam komunitas, muncul di antara orang-orang secara tatap muka (face to face) atau melalui media publik seperti koran, televisi, dan radio. Fungsi komunikasi dalam suatu komunitas dibentuk atas dasar persamaan (equality). Persamaan yang dimaksud adalah kesejajaran status dan kedudukan antaranggota komunitas. Walaupun dalam komunitas pedesaan yang sifatnya tradisional, akan selalu ada kelas sosial ekonomi yang berjenjang, dalam perspektif komunikasi, semua anggota dapat berperan sebagai komunikator dan komunikan.
Beberapa media komunikasi yang lain, seperti pamflet, poster, spanduk dan sebagainya, dikontrol oleh segmen komunitas untuk berbagai fungsi, seperti mengikuti kebiasaan kehidupan komunitas tersebut. Sebaliknya radio transistor, telepon, surat dan media informasi individu lainnya cenderung digunakan untuk mengekspresikan kehidupan individu.
Andersen dan Carter mengemukakan bahwa
“The essence of community, as John Dewey suggested, is communication. For without communication there cannot be that interaction nteraction by which common meanings, common life, and common value are established” (Ross, 1975)•
“Communication has even more meaning in that a social system survives only as each significant component performs its particular especially for the total system. In the social world this is not done by a unit isolating itself and following its own interest but by participating as expected in a network of relationship” (Sanders, 1958 dalam Anderson & Carter, 1984: 81).
Hal itu menjadi fakta bahwa komunikasi merupakan energi perubahan tanpa sistem yang terpisah-pisah (disintegrasi). Secara saris besar, komunikasi adalah energi perubahan bila informasi dipandang sebagai energi yang potensial. Jaringan kerja sosial memiliki komunikasi sebagai fungsi utama untuk mempertahankan eksistensinya. Mereka memiliki fungsi-fungsi instrumen yang berorientasi pada tujuan dan kebutuhan afektif (emosional), baik sebagai penyedia informasi maupun sebagai penghubung dalam sistem itu sendiri. Karena itu, jaringan kerja sosial mengidentifikasikan kelompok, keluarga, jaringan tetangga, atau bahkan komunitas, sehingga kebutuhan primernya dapat dipertemukan.
Dengan argumen ini, suatu jaringan kerja sosial dapat dilihat sebagai sekumpulan aturan yang tertutup, dengan fungsi relatif spesifik dibandingkan kelompok atau komunitas yang lebih luas fungsinya. Dengan kata lain, jaringan kerja sosial dalam kelompok dan komunitas sama dengan jaringan kerja dalam suatu organisasi.
Komponen sistem komunitas, dapat mengontrol penampilan masing-masing yang disediakan secara langsung melalui jaringan feedback, seperti laporan dari koran, rapat pemerintahan, rapat desa, tentang isu yang kontroversial atau pemilihan umum. Di beberapa negara, hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam suatu komunitas, pada waktu-waktu tertentu disediakan kesempatan untuk para anggotanya melancarkan kritikan kepada para pimpinannya, dengan menggunakan fungsi feedback (umpan balik). Feedback boleh dinyatakan secara eksplisit dan formal serta disetujui sebagai bagian dari kesejahteraan sosial dan bagian dari pembangunan komunitas. Komunitas bersama pihak-pihak terkait merupakan bagian yang diikutsertakan dalam proses perencanaan program dan aspirasi mereka barns diketahui.
Dalam mengkaji karakteristik komunikasi suatu komunitas, diperlukan penelaahan terlebih dahulu tentang sistem sosialnya. Hal ini berarti menguraikan tentang peran, institusi sosial, dan pola interaksi yang ada pada komunitas tersebut. Ruang lingkup komunitas lebih sempit dari pada masyarakat.
Komunikasi komunitas merupakan perbatasan antara komunikasi publik berskala kecil dan media massa berskala besar. Dalam hal ini yang dimaksud dengan komunikasi publik adalah suatu aktivitas manusia yang fundamental, perkembangan kepentingan yang melakukan transformasi pengalaman individu ke dalam pengalaman kolektif publik (Gazali, 2004: 9-10). Komunikasi publik berlangsung dalam ruang publik atau ranch publik. Ranch publik adalah suatu institusi sosial yang digunakan untuk mengungkapkan pengalaman autentik dan kebutuhan relevan untuk kelompok tertentu atau untuk individu dalam kategori tertentu ke dalam suatu pengalaman sosial kolektif (Negt & Kluge, 1972: 47).
Selama ini, ulasan-ulasan memperlihatkan bahwa ada suatu kelebihan pada komunikasi publik berskala kecil. Bentuk ekspresi atau pernyataan publik, dalam suatu kondisi sosial lokal yang spesifik ikut berperan mewarnai komunikasi komunitas. Contohnya, pertemuan publik ‘kumpul-kumpul’, komunikasi di lingkungan rumah atau warung, pertemuan, gambar cetakan yang disebarkan di lingkungannya.
Pada poin ini, kajian komunikasi tertahan pada fakta bahwa riset komunikasi biasanya dibatasi pada media massa, khususnya yang berskala nasional. Riset komunikasi yang diarahkan pada komunitas umumnya terbatas. Untuk itu diharapkan lebih banyak lagi mempelajari khalayak dalam tingkat menengah lokal yang tunggal (single local medium audience) dan tidak mementingkan komunikasi lokal dalam bentuk lain. Riset komunikasi lokal telah dibatasi pada media lokal yang spesifik, isi media lokal yang spesifik, dan audiens media lokal yang spesifik pula (Bardoel & Haenens, 2003: 5).
Riset pada proses dan struktur komunikasi publik dalam setting lokal menyediakan wawasan mengenai pengaruh dan perubahan pola komunikasi, yang sejalan dengan perubahan waktu dan diantara bentuk komunikasi yang bermedia dan tidak bermedia. Topik ini relevan dengan individu sebagai anggota komunitas lokal, yang menyediakan wawasan dalam pengembangan struktur pertalian (hubungan), baik pada tingkat komunitas maupun pada tingkat individu. Perbedaan-perbedaan struktur komunitas bisa juga dikaitkan dengan variasi-variasi dalam struktur komunikasi dan struktur hubungan yang berkaitan dengan isu-isu komunitas (Olien, Donohue, & Tichenor, 1984 dalam Bardoel & Haenens, 2003 :2).
Berdasarkan pandangan tersebut, untuk mengkaji radio atau media komunitas yang berkaitan dengan bentuk komunikasi yang khas, terdapat struktur hubungan antarpersonal yang interaktif dengan feedback langsung. Pendekatan pada studi komunitas -mengimplikasikan suatu perubahan dalam perspektif komunikasi massa, yaitu suatu perubahan dari perspektif media centered yang linier menjadi perspektif yang lebih terstruktur dan dinamis sebagai komunikasi publik dalam konteks sosial yang spesifik. Pendekatan seperti ini memberikan kesempatan untuk menggali konsep teoretis yang lain. Dalam konsep Jerman, komunikasi warga komunitas disebut sebagai Offentlichkeit (ruang publik) dan lokale Offendichkeit (ruang publik lokal).
Dalam artikel yang berjudul “Communication & Community” (Chaney, 1978:1) tercantum: “…the inadequacies of conceptualizing the communication process as one of ‘exchange’ or information transmission’ has meant a growth of interest in the communal grounds of communicative interaction.” (ketidakcakapan dalam konseptualisasi proses komunikasi sebagai suatu proses pertukaran atau proses transmisi informasi telah menumbuhkan minat dalam interaksi yang komunikatif di daerah komunal).
Chaney membantah perspektif transmisi linier pada komunikasi massa. Ia menekankan dimensi struktural yang mendasari proses komunikasi. Komunikasi publik, dengan atau tanpa media perantara, merupakan suatu aktivitas manusia yang mendasar, yang mentransformasikan pengalaman pribadi individu menjadi pengalaman kolektif publik. Konteks di mana proses berlangsung dalam suatu komunitas adalah suatu elemen esensial untuk memahami perkembangan pengalaman kolektif dan proses komunikasi dengan kondisi sosial yang spesifik. Chaney menolak pendapat bahwa media massa dapat menyumbang secara eksklusif pada kolektivisasi pengalaman, transformasi pengalaman individu menjadi pengalaman sosial.
Komunitas dan ruang publik tidak mengecualikan fungsi media massa sebagai cara untuk mengorganisasi pengalaman sosial. Keduanya hanya menggabungkan fungsi media dalam komunikasi publik. Komunikasi publik dikonsepkan pada tingkat individu sebagai elemen dari teori aksi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi media dan interaksi komunikasi tidak dikaji sebagai aktivitas yang terisolasi, tetapi sebagai bagian integral dari orientasi aktif individu terhadap lingkungan fisik dan sosialnya.
Meskipun bertolak dari Tatar belakang teoretis yang berbeda, beberapa persamaan muncul pada kedua konsep komunitas dan ruang publik, yaitu:
- Sama-sama ada minat khusus dalam mempelajari komunikasi publik berskala kecil.
Sama-sama menawarkan pendekatan holistik dalam penelitian komunikasi lokal atau komunikasi komunitas.
Kedua konsep tersebut mengatasi prakiraan eksistensi dari satu ruang publik menyeluruh atau komunitas yang tercakup sebagai hasil langsung dari tekanan media massa. Kedua konsep tersebut menekankan eksistensi dari beberapa media massa independen atau media komunitas. Secara analitis, mereka membagi kategori-kategori dari individu yang berpartisipasi dalam komunikasi publik sebagai pengirim dan penerima berdasarkan pada topik yang dirasakan relevan untuk individu-individu tersebut. Lihat notasi komunitas interpretif oleh Lindolf (1988). Berdasarkan pada ketertarikan mereka secara umum, masyarakat mengatur komunitas atau Offentlichkeit dengan cara berpartisipasi dalam komunikasi publik.
Kedua konsep tersebut, meskipun terbentuk dari pemikiran yang berbeda, saling mempengaruhi. Dalam arti bahwa konsep komunitas menekankan pada karakteristik kultural (struktur sosial, sistem sosial), sedangkan ruang publik lokal menekankan pada proses komunikasi dan relevansi topik yang spesifik sebagai motif komunikasi. Sejalan dengan kedua konsep tersebut adalah elemen komunikasi publik mengenai hal-hal yang relevan dengan proses komunikasi, yaitu membentuk dan —dalam waktu yang sama memperkirakan identitas yang terbagi.
Konsep-konsep ini dapat dikembangkan menjadi proses komunikasi pada tingkat lokal dan sublokal yang sesuai dengan unit atau sistem sosial berdasarkan geografis. Dalam literatur komunikasi Anglo Saxon, ekspresi komunikasi komunitas mengacu pada struktur komunikasi dalam komunitas secara geografis atau karena kesamaan minat. Biasanya diyakini bahwa unit secara geografis adalah suatu komunitas minat yang kemudian muncul suatu ruang publik lokal tempat isu-isu yang relevan dikomunikasikan. Daripada menganggap bahwa media komunitas membentuk ruang publik semacam itu, akan lebih balk jika mengkaji terlebih dahulu pada tingkat apa — baik di kota ataupun pedesaan— minat komunitas muncul dalam sistem sosial. Oleh karena itu, suatu ruang publik muncul manakala penduduk membagi kepedulian pada topik-topik spesifik yang membentuk dasar bagi komunikasi lokal.
Komunikasi massa telah menghabiskan banyak waktu para pengamat dan masyarakat umum, juga para politisi, ilmuwan sosial, dan mahasiswa komunikasi. Sebagai pertimbangannya, aktivitas yang berhubungan dengan sejumlah kecil pengirim profesional melalui media (massa) yang mengirimkan pesan kepada banyak penerima/massa yang diharapkan terpengaruh oleh pesanpesannya. Yang diperdebatkan di sini bahwa pandangan seperti itu tidaklah memuaskan, dan tidak dapat dipertahankan. Banyak pembuat peraturan dan peneliti mempertahankan posisinya pada pandangan yang lama. Bagi mereka jelas bahwa komunikasi massa melakukan sesuatu pada masyarakat dan melalui kesalahan konsep awal dalam proses komunikasi, mereka memiliki alasan untuk menyanggah konsep teoretis. Komunikasi massa tidak sama dengan komunikasi publik karena komunikasi publik merupakan suatu proses pengirim dan penerima berpartisipasi berdasarkan motif-motif yang jelas dan kadang terpisah dengan yang mereka miliki masing-masing.
Proses ini tidak hanya masalah aktivitas media yang terisolasi, tetapi totalitas dalam penyampaian dan penerimaan informasi Berta pengetahuan secara komprehensif dalam konteks sosial. Lebih mudah untuk mendemonstrasikan hubungan ini melalui pengkajian komunikasi pada skala kecil, dalam sistem sosial yang ditemukan di pedesaan, sub urban, dan komunitas geografis lainnva. Konteks sosial dan minat yang dibagi dapat dipelajari lebih mudah dalam situasi tingkat ini, dibandingkan dengan tingkat regional, atau nasional. Penelitian komprehensif dari sudut pandang holistik pada komunikasi publik skala kecil dapat memandu pada pengertian yang lebih baik dari proses dan komponen struktural komunikasi massa.
Pemahaman lebih mengenai komunikasi komunitas dapat membantu menjauhkan pemikiran kita dari pandangan yang terlalu menyederhanakan komunikasi sebagai proses Tinier, dan memandang komunikasi secara mekanis, sebagai transportasi informasi dari satu tempat ke tempat lain. Berikut ini bentuk komunikasi komunitas yang terkait dengan pola komunikasi yang berlangsung melalui media komunitas.
- Hubungan antara struktur komunikasi dengan struktur spasial/ geografis.
- Hubungan antara struktur komunikasi dengan struktur sosial.
- Struktur komunikasi dalam kategori individu di mana topik lokal yang spesifik memiliki hubungan khusus (Hollander, 1988: 181-186).
Demokratis Komunikasi dan Media Komunitas
1. Demokratisasi dan Tanggung Jawab Sosial Penyiaran
Perkembangan industri penyiaran di Indonesia bergerak dari satu ekstrem menuju ekstrem yang lain. Pada masa Orde Baru, intervensi negara nyaris sempurna, sedangkan pada masa reformasi pandangan yang serba masyarakat amat dominan. Sayangnya, akses publik terhadap media tetap saja belum terbuka. Publik bukan saja tidak memiliki ruang untuk memengaruhi format isi siaran, melainkan juga tidak berdaya menangkal dampak negatif media.
Ibnu Hamad (2004:67) menandaskan bahwa kebebasan dan keterbukaan yang luar biasa dalam bidang politik saat itu, hanyalah menguatkan kapitalisasi media, yang ditandai 3 gejala, yaitu: (1) memberi basis yang kuat bagi lahirnya media industri dengan menggeser pers idealist (2) mengundang para pemodal untuk masuk ke dunia media yang belum tentu menjadi bisnis utama mereka, dan; (3) memunculkan usaha-usaha media/penerbitan pers. Dengan gejala-gejala tersebut, kepentingan media lantas berbaur dengan kepentingan usaha mereka.
Kebanyakan orang menganggap kebebasan pers yang berkembang dalam masa reformasi itu merupakan indikator demokrasi. Tetapi sebetulnya, semua An tidak terlepas dari kepentingan pasar. Lahirnya UU No. 40/1999 justru menyempurnakan sistem pasar dalam industri pers nasional. Pada praktiknya, UU ini lebih bersifat memindahkan pusat kekuasaan pers dari penguasa kepada kepentingan pengusaha. Pergeseran pers nasional dapat dicermati sebagai berikut:
Revolusi Desa.
Saat ini, beribu-ribu desa kecil tidak lagi merupakan komunitas yang berdikari. Adanya jalan-jalan yang dibuat untuk menghubungkan satu desa dengan desa yang lainnya, atau dengan perkotaan membuat keterbukaan isolasi perdesaan. Kondisi ini menyebabkan terjadi pergeseran-pergeseran, baik di bidang usaha, informasi, tempat rekreasi, maupun yang lainnya. Dengan kata lain, terjadi perubahan yang cepat dalam berbagai aspek kehidupan yang disebabkan keterbukaan isolasi pedesaan tersebut. Aspek lainnya adalah terjadinya revolusi desa karena komersialisasi dan rasionalisasi pertanian. Tanga adanya revolusi di bidang produktivitas pertanian, pertumbuhan kota menjadi sangat lamban karena tidak didukung oleh hasil produksi pertanian dari desa. Urbanisasi kehidupan desa merupakan revolusi desa yang ditandai dengan sukarnya mengidentifikasikan orang desa hanya dengan melihat pakaian atau perilakunya.
Meskipun masih terdapat beberapa perbedaan dalam segi kepribadian, gaga hidup, dan sistem nilai antara penduduk desa dan penduduk kota, saat ini semua perbedaan itu sudah semakin menipis. Juga termasuk permasalahan yang dihadapi, seperti kriminal, obat bins dan sejenisnya, antara kota dan desa tidak ada perbedaan (Horton & Hunt, 1984: 130-131).
RADIO KOMUNITAS
1. Pengertian dan Karakteristik Radio Komunitas
Radio komunitas, memiliki karakteristik yang berbeda dengan siaran radio komersial. Terutama pada aspek kepemilikan, pengawasan, serta tujuan dan fungsinya.
Perbedaan tersebut diantaranya: radio komunitas bersifat independen, tidak komersial, daya pancar rendah, lugs jangkauan wilayahnya terbatas, dan untuk melayani kepentingan komunitasnya. Estrada (2001:15) mengemukakan bahwa fokus yang khas dari radio komunitas adalah membuat audiens/khalayaknya sebagai protagonis (tokoh utama), melalui keterlibatan mereka dalam seluruh aspek manajemen, dan produksi programnya, serta menyajikan program yang membantu mereka dalam pembangunan dan kemajuan sosial di komunitas mereka. Berikut ini, beberapa pandangan mengenai radio komunitas.
Lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan bukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, lugs jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya (UU Penyiaran, 2002).
Terdapat perbedaan antara lembaga penyiaran publik, komersial, dan komunitas. Lembaga penyiaran publik dan komersial termasuk kategori memperlakukan pendengar sebagai objek, sedangkan radio komunitas memperlakukan pendengar sebagai subjek dan pesertanya terlibat dalam penyelenggaraannya (Fraser & Estrada, UNESCO, 2001: 29).
Masalah media komunitas, khususnya radio komunitas penting untuk dikaji di Indonesia karena setidaknya ada dua faktor yang melatarbelakanginya. Pertama, mayoritas penduduk Indonesia adalah penduduk pedesaan yang umumnya menempati wilayah relatif miskin dengan kualitas SDM rendah dan potensi yang belum tergali secara optimal. Oleh karena itu, dengan teknologi sederhana dan biaya yang murah, radio komunitas sangat tepat untuk dikembangkan di Indonesia. Kedua, media komunitas berasal dari kebutuhan warga, oleh warga, dan untuk warga komunitas sehingga tidak ada campur tangan dari luar, yang memasukkan ideologi, kepentingan atau misi apapun yang belum tentu cocok dengan kondisi dan kebutuhan komunitas tersebut.
2. Sejarah dan Perkembangan Radio Komunitas
Selama dua dasawarsa terakhir, UNESCO telah mendanai dan menerbitkan sejumlah penelitian tentang media komunitas dalam bentuk risalah. Risalah pertama adalah Akses: Beberapa Model dari Dunia Barat mengenai Media Komunitas ditulis oleh Frances Berrigan, terbit tahun 1977. Topik ini diperluas tahun 1981 oleh Frances Berrigan ke negara-negara berkembang dalam penelitian Komunikasi Komunitas – Peran Media Komunitas dalam Pembangunan. Risalah selanjutnya disusun oleh Peter Lewis dengan judul Media untuk Penduduk Kota tahun 1984. Berikut ini, dibahas ditawarkan, memungkinkan banyak pilihan media. Namun, media komunitas dengan muatan lokal juga memberikan nuansa yang rill bagi penonton di pelosok dunia. Untuk itu, keberimbangan kedua karakter media tersebut dapat melengkapi penerimaan informasi para audiensnya.
3. Tipologi Radio Komunitas
Secara teoretis, tipologi radio komunitas mengacu pada perkembangan sejarah berdirinya, seperti di Amerika Latin, Afrika, Eropa dan terakhir di Kanada dan Asia. Ada beberapa kecenderungan jenis radio komunitas ditinjau berdasarkan pendekatan kepemilikan dan tujuan berdirinya. Menurut hasil riset Combine Resources Institution (CRI) pada tahun 2002, tipologi radio komunitas, khususnya di Indonesia terdiri dari empat bentuk, yaitu:
- Community Based (Radio berbasis komunitas)
Radio yang didirikan oleh komunitas yang menempati wilayah geografis tertentu sehingga basisnya adalah komunitas yang menempati suatu daerah dengan batas-batas tertentu, seperti kecamatan, kelurahan, dan desa.
Issue/Sector Based (Radio berbasis masalah/sektor tertentu) Radio yang didirikan oleh komunitas yang terikat oleh kepentingan dan minat yang sama sehingga basisnya adalah komunitas yang terikat oleh kepentingan yang sama dan terorganisasi, seperti komunitas petani, buruh, dan nelayan.
Personal Initiative Based (Radio berbasis inisiatif pribadi) Radio yang didirikan oleh perorangan karena hobi atau memiliki tujuan lainnya, seperti hiburan, informasi, dan tetap mengacu pada kepentingan warga komunitas.
2. Campus Based (Radio berbasis kampus)
Radio yang didirikan oleh warga kampus perguruan tinggi dengan berbagai tujuan, termasuk sebagai sarana laboratorium dan sarana belajar mahasiswa.
Berikut ini penjelasan lengkap tentang tipologi radio komunitas Derdasarkan komponen-komponen di dalamnya.
Tipologi Radio Komunitas
Berbasis komunitas |
Berbasis Isu/ Sektor |
Berbasis inisiatif perorangan |
Berbasis Kampus/Sekolah |
|
Inisiator (perintis) | Perwakilan warga
komunitas |
Perorangan/
kelompok petani |
Perorangan | Kelompok siswa,
dilegalisasi oleh otoritas kampus |
Lembaga Hukum/ | Perwakilan | Kelompok petani | Ya, dari pemerintah | Dibawah lembaga |
Payung organisasi | penyiaran komunitas | kampus (Unit kegiat‑
an mahasiswa) |
||
Prinsip format | Partisipasi dari | Campuran dari | Diformulasikan oleh | Diformulasikan oleh |
program & | warga/perwakilan | partisipasi dari | kelompok masyarakat | kelompok masya‑ |
Monitoring | komunitas | kelompok petani
clan diformulasikan oleh pengurus |
profesional | rakat profesional |
Program/ isi | Berdasarkan pada | Berdasarkan pada | Berdasarkan pada | Berdasarkan pada |
Siaran | kebutuhan lokal | kebutuhan lokal | kebutuhan lokal | segmen pasar |
komuntas, musik | komuntas, musik | komunitas, musik | (mahasiswa/ | |
lokal, dialog tentang | lokal, dialog tentang | lokal, dialog tentang | pelajar), variasi | |
pertanian, kebudayaan
isu demokrasi, permintaan lagu, reportase/berita lokal. |
pertanian,
kebudayaan, isu demokrasi, permin- taan lagu, repor- tale/berita Jokal. |
pertanian, kebudaya-
an, isu demokrasi, permintaan lagu, reportase/berita lokal. |
musik, informasi
tentang pertanian, kebudayaan, isu demokrasi, lagu‑ lagu dan berita |
|
lokal‑ | ||||
Daerah | Sekiya 2,5 km | Variasi | Variasi | Kota |
Jangkauan | ||||
Kualitas
manajemen |
Miskin | Miskin | Medium | Berkualitas
(biasanya) |
Contoh | Radio Panagati FM | Radio Suara Petani | Radio Swara Kota | Radio Swaragama |
(Tertian, Yogya),
Radio Angkringan (Bantul,Yogya), Radio Cibangkong |
Klaten (Jawa
Tengah),Radio Suara Petani Cigembong (Jawa |
(Yogya), Radio Giri
Asih Salawu (Garut, Jawa Barat) |
(UGM), Radio
Kampus ITB, |
|
(Bdg, JawaBarat),
Radio Kama] Muara |
Barat) | |||
(Jakarta).Radio Rasi | ||||
Cisewu (Garut,
Jawa Barat) |
Sumber: CRI (2002)
Tipologi radio komunitas di Indonesia menggunakan indikator: pendiri/perintis radio komunitas, lembaga yang menaunginya, perumusan program dan monitoring, isi/materi program, daya jangkauan pancar dan kualitas manajemen. Berdasarkan indikator tersebut, radio-radio yang berkembang dengan pesat dapat dikelompokkan sesuai dengan jenisnya.
Mengingat begitu signifikannya kehadiran radio komunitas untuk warga, harus ada kepastian bahwa pada perkembangan selanjutnya, radio komunitas tidak dimanfaatkan oleh sekelompok orang atau kepentingan tertentu saja, tetapi biasanya oleh kalangan elit di komunitas tersebut. Untuk itu, diperlukan perencanaan dan pengawalan yang tepat sehingga radio komunitas bisa betul-betul berbasis komunitas, bukannya berbasis program atau berbasis kepentingan politik dan ekonomi tertentu.
Masalah penggunaan teknologi memang penting karena radio komunitas membutuhkan teknologi yang tepat (appropriate technology), sesuai dengan kondisi komunitas masing-masing. Ada komunitas yang lingkungannya datar, misalnya di lingkungan persawahan yang terhampar, tetapi banyak juga yang lokasinya berada di lereng-lereng gunung, atau di tepi pantai. Ini semua memerlukan penanganan yang berbeda sesuai dengan kondisi lokasi radio komunitas tersebut.
Selanjutnya, radio komunitas akan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh komunitasnya secara terns menerus, apabila programprogramnya terkait langsung dengan kebutuhan masyarakatnya. Begitu “ruh” radio komunitas —menyatukan kebutuhan dan keinginan (wants and need) warga komunitas—hilang, maka radio ini tidak ada bedanya dengan radio swasta. Hal-hal lain yang merupakan supporting system dari radio komunitas adalah isi, manajemen, rekruitmen/SDM, capacity building, pendanaan, keorganisasian, dan —yang paling sulit— memelihara kontinuitas penyelenggaraan.
Operasionalisasi Radio Komunitas
1. Karakteristik dan Regulasi Penyiaran Komunitas
Beberapa karakteristik yang khan dan tidak ditemukan pada penyiaran nonkomunitas dapat dilihat melalui perbandingan sebagai berikut:
- Pertama, ide awal berasal dari warga komunitas yang memiliki hak dan kebutuhan program yang lebih bermanfaat, seperti:
- Program yang mendidik
- Program mengenai kedalaman dan keteguhan agama serta budi pekerti
- Program budaya & tradisi serta kearifan lokal
- Program yang membuka diskusi dengan argumen yang baik dan pencarian solusi
Program untuk meningkatkan apresiasi terhadap kemajemukan.
Kedua, keterlibatan warga sangat tinggi sehingga Dewan Penyiaran Komunitas (DPK), bisa mengontrol agar radio tersebut memenuhi kebutuhan dan kepentingan warganya. Ketiga, antara komunikator dan khalayak bersifat protagonis atau senceiver. Artinya, siapa saja warga yang ingin menyampaikan informasi dipersilakan secara terbuka. Jadi, mereka berperan sebagai penerima maupun pengirim informasi.
Berbeda dengan penyiaran komersial. Umumnya, pengelola memiliki keyakinan bahwa penonton suka hiburan, film, musik, drama, kuis-kuis dan program yang gemerlap dengan selebritas dan gebyar hadiah. Mereka lebih mendahulukan aspek hiburan dan komersial, serta program pelayanan publik, yang biasanya hanya io% dari keseluruhan program. Keterlibatan khalayak pendengarnya yang relatif rendah.
Berdasarkan hasil penelitian penulis dan hasil penelitian di beberapa negara, radio komunitas ternyata sangat tepat untuk kondisi Indonesia. Pertama, menumbuhkan partisipasi yang merupakan kekuatan bagi komunitas untuk membuka pintu perubahan kehidupan komunitas. Kedua, melayani informasi di segala sektor kehidupan komunitas. Ketiga, mempromosikan dan merefleksikan budaya, karakter dan identitas lokal/komunitasnya. Keempat, meningkatkan akses untuk penyebaran informasi secara lisan. Kelima, merupakan bentuk tanggung jawab sosial atas kebutuhan komunitasnya. Keenam, berperan penting dalam memberikan kekuatan bagi kaum yang terpinggirkan dan para grass root.
2. Jenis-Jenis Radio Komunitas
Membuat radio siaran sebenarnya mudah. Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki hobi siaran radio, pandai `mengutak-atik’ perangkat pemancar radio, serta memahami secara teknis dan persyaratannya, dapat membuat radio siaran dengan mudah. Saat ini, berdasarkan data permohonan pendirian radio komunitas yang diajukan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPID), terdapat beberapa kategori radio komunitas, yaitu:
- Radio komunitas pendidikan.
Radio ini ada di sekolah-sekolah atau kampus perguruan tinggi. Komunitasnya adalah siswa, guru, karyawan, dosen dan orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan itu. Tujuan utama didirikannya radio ini adalah untuk media pendukung pembelajaran, dalam arti lebih menyebarluaskan materi-materi belajar, menjadi percontohan, model praktikum, dan sejenisnya.
2. Radio komunitas peminatan.
Radio ini didirikan oleh sekelompok orang yang memiliki minat atau pekerjaan yang sama. Komunitas ini beragam, mulai dari petani, nelayan, buruh, supir, pedagang di pasar, dll. Karena berangkat dari adanya kepentingan atau permasalahan bersama pada komunitas ini, tujuan utama dibentuknya radio adalah untuk mencari solusi dari permasalahan, tukar menukar informasi dan pengalaman, atau memperjuangkan cita-cita dalam bidang/pekerjaan yang diminatinya.
3. Radio komunitas agama
Radio ini ada pada komunitas agama tertentu, diantaranya pesantren untuk yang beragama Islam, atau di komunitas agama tertentu. Radio lebih cenderung sebagai media dakwah atau media penyebaran misionaris. Dibentuk untuk memperkuat mini dakwah atau misionaris lembaga keagamaan. Sejalan dengan radio pendidikan, radio ini umumnya bertujuan untuk menyebarluaskan informasi keagamaan, Berta memperkuat/ mengoptimalkan hasil belajar.
4. Radio komunitas wilayah
Radio ini didirikan oleh sekelompok warga komunitas yang menempati wilayah tertentu yang relatif terbatas, seperti dusun, kelurahan, atau kecamatan tertentu. Warga yang mendiami satu wilayah terbatas, berinteraksi dan beraktivitas sehari-hari, biasanya memiliki kepentingan dan permasalahan yang khas, yang mereka hadapi bersama, seperti masalah keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan, dan sejenisnya. Karena merasa sepenanggungan, media radio dianggap bisa lebih “meraih” warga setempat untuk sama-sama berpartisipasi memecahkan permasalahan. Selain lebih memperkukuh “Jatidiri”nya, juga membangun rasa bangga sebagai kelompok warga tersebut.
5. Radio komunitas darurat
Radio komunitas ini mengacu pada radio komunitas yang didirikan secara darurat karena ada bencana alam. Di tengahtengah keadaan yang tidak menentu, suatu wilayah yang porak poranda sebagai akibat adanya bencana alam, seperti tsunami, gempa bumi, dll, ternyata informasi merupakan sesuatu yang berharga, penting dan dibutuhkan oleh para korban bencana itu. Untuk itu, beberapa wilayah melakukan pendirian radio yang sederhana secara teknis dan relatif cepat, serta lebih mudah. Radio menjadi pilihan pertama untuk dibuat dibandingkan dengan media lainnya.
Kategorisasi tersebut tidaklah mutlak. Pada tataran empirik, bisa saja sebuah radio komunitas memiliki 2 atau 3 identitas, namun di antara itu, pasti ada yang lebih dominan. Seperti radio komunitas darurat bisa didirikan yang pesantren dan juga memunyai misi pendidikan.
3. Aspek-Aspek Pendirian Radio Komunitas
Lebih lanjut, ketika radio itu berdiri, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan. Hal ini penting untuk diperhatikan karena sebuah radio yang menggunakan frekuensi milik negara memerlukan aturan atau ketentuan yang ditetapkan secara berbeda di setiap negara. Indonesia sebagai anggota dari International Telecommunication Union (ITU) menetapkan seperangkat ketentuan tentang frekuensi penyiaran secara internasional.
sekian…………………
Tinggalkan komentar